Hmm...
Ini masih juli. Terkadang aku teringat dengan beberapa perasaan yang ambigu. Hingga benar tak terlacak.

Jelas dan amat terang pembacaan dalam memoriku.
"Tak ada yang lebih indah dari puisi selain bicara tentang kebenaran..."
-Soe Hok Gie-

Indah bukan?
Atau masih sangsi?

Tidak jadi nonton Festival Gamelan di detik-detik akan berangkat ke TBY. Kesal bukan?

Beberapa malam terakhir ini aku selalu bermimpi tentang masa kecilku. Entah itu berkisah tentang indahnya atau sesuatu yg tak ingin aku kenang lagi.
Aku seperti terbangun pada sebuah kesadaran yang selama ini tersembunyi dari rutinitasku yang memang menyita waktu. Tuhan sepertinya ingin aku mengingat itu. Ingin aku mengenang kembali. Tak ingin aku serta merta lupa.
Mimpi-mimpiku seperti siluet indah namun mencekam. Melemparkan aku pada masa kecil yang nyaris tak ku ingat. Hmm...
Mimpiku begitu lengkap berkisah tentang aku. Tentang kenakalanku. Tentang impian-impian manisku. Aku tak ingat. Tapi, ternyata alam bawah sadarku begitu ingat.
..........
Saat itu aku berumur 4 tahun dan Bunda telah menyuruhku mengaji setiap sore di rumah seorang ustadz NU yang baru datang dari Jawa. Karena tergoda ajakan seorang teman, aku tak pernah mengaji. Setiap sore aku selalu nangkring di atas pohon cermai. Menyesap kecutnya yang kusuka. Hingga kini pun, Bunda tak tahu tentang itu.
Umurku 6 tahun, tapi aku sudah hafal surat-surat pendek. Walau sedikit. Bunda bangga sekali padaku. Dengan senang, diajaknya aku nyekar ke makam mbah putri dan mbah kakung di Cepu. Padahal, sepupu-sepupuku yang lain tak pernah di ajak orang tuanya. Konon, makam mbah kakung itu angker. Namun kata Ayah, yang namanya cucu, tak mungkin disakiti. Jadilah hari itu aku nyekar ke makam mbah kakung dan mbah putri.
Sejak kecil aku tak suka tinggal diam di rumah. Aku suka melakukan aktifitas di luar rumah. Bermain dari pagi hingga malam tanpa pulang aku sanggup. Biasanya, Mbak Min, pengasuhku, akan pontang-panting mencariku kesana-kemari.
Jika hari libur, Ayah akan mengajakku ikut bermain layangan bersama anak-anak tetanggaku di lapangan depan rumah. Ayah tak pernah berfikir bahwa layangan hanyalah mainan untuk anak laki-laki. Biasanya Bunda yang melarangku ikut. Bunda tipe ibu-ibu cerewet yang terlalu khawatir dengan anak-anaknya.
Anak-anak kecil seusiaku tak banyak saat itu. Meski tak banyak, aku sudah lupa nama mereka satu-persatu. Bahkan teman sebangkuku ketika SD pun aku tak ingat. Waktu memang telah banyak merubahku. Lapangan depan rumah juga sudah tidak ada lagi. Berganti dengan rumah mewah berderet-deret (yg dibangun Ayah).
..........
Aku tak ingat jelas masa kecilku. Yang kuingat, aku banyak menelan kekecewaan atas musnahnya mimpi-mimpi yang aku rajut saat itu.

bersambung...

Wednesday, July 08th 2009.

Malam ini sungguh tak ada ide. Minus inspirasi. Membuat lelah otak dan imajinasi. Mungkin aku perlu refresh beberapa jenak hanya untuk mengembalikan sajak yang hilang karena inspirasiku entah kemana. Bingung aku membaca kata-kataku sendiri. Oke, aku akan memalingkan wajah pada lembaran naskah novelku yang tak pernah kusentuh beberapa waktu.

(Ini ceritanya aku lagi mau buka file novel)
Klik…klik…klik…

……..
………….
……………..
Zzz…
Zzzzzz……
Zzzzzzzzz…….

Kok malah mau tidur?
@#R!$#^$&%*()&)&)*&&^&%%$#@#!!#@$%@

Oke, oke, aku nggak serius. Hmm… baru membuka mata ingin membaca malah malas. Entah, bagaimana caranya, malas akhir-akhir ini dengan amat mudahnya menggelitiki aku yang sedang jenuh. Padahal masih ada beberapa buku yang juga harus di resensi.

Ffiuuh…
Pingin jalan-jalan. Ke Ketep kayaknya enak, ya… Tempatnya adem. Jauh lagi. Bagi anda-anda para pembaca yang belum tau Ketep, akan saya jelaskan. Ketep adalah salah satu daerah pegunungan yang dijadikan tempat wisata. Mirip-mirip puncak di Bogor gitu deh. Tempatnya enak dipake pacaran (Lho? Nglantur!) –maaf yang ini diralat- tempatnya enak buat dijadikan sumber pembangkit inspirasi. Khususnya bagi anda-anda yang membutuhkan inspirasi sebagai penopang hidup (ngomong apa siy gue?)ya gitu, deh, pokoknya.
Eits, bentar dulu. Aku tau apa yang sedang anda semua fikirkan. Emang punya duit? Iya, deng! aku lagi tongpes. Hiks…hiks… Impian indah mau walking-walking ke ketep sirna mengingat dompet lagi kosong, bersih dan mulus bebas tanpa hambatan (emang punya dompet? He3).

Jiah...!
Mati ide lagi deh, gue! Oke, sebagai mahasiswa miskin dan penulis nggak laku (Ehem! Semoga kalian-kalian yang mengenal aku dengan baik tak pernah membaca tulisan ini. Amin.) mending kayaknya cari tempat refreshing yang murah tapi deket (bukan bonbin, emang aku anak TK?) apaan ya???
Aha! Mall! Aku harus berubah jadi anak mall sekarang! Tapi kalo ke Mall juga harus ada duit kan... Nggak mungkin kita cuma window shopping doank! Lagian aku kan masih terapi shoppaholic. Ntar malah gagal lagi!

Jiah...!
Kehabisan ide lagi! Bingung niy mau ngapain...

Yaudah, nonton film ajah deh.
Finally, setelah melalui berbagai ide yang berakhir kebuntuan, aku memutuskan untuk nonton film 'Vicky Christina Barcelona' dan 'Happy Feet' sepanjang malam.
Hmm...

Sunday, July 05th 2009
(Kemarin-kemarin ni laptop rusak, jadi baru bisa nge-post sekarang!)

Halo, disini Windha Larasanti Ibrahim. Melaporkan dari kamar kos yang luas karena ditinggal teman sekamarnya. Ingin mengeksploitasi penderitaannya selama Weekend ini.
Oke, pasang telinga baik-baik. Berikut laporannya,

Winda said,
"Malez banget neh. Weekend-weekend gini(maksudnya lagi nggak ada duit, nggak ada temen) menanti nasib. Nungguin ada yang ngajakin keluar. Malam minggu neh... Sedih banget! Gak ada yang ngajakin keluaaar!!! I'm boring!

Haloo... Orang-orang pada kemana nih?? Kok nggak ada yang ngajakin tuan putri (maksudnya aku >_<) keluar??

Ppfiuh...

Malez cuiy...
Ni ada senior yang nelpon aku. Ngajakin keluar. Jalan-jalan katanya. Tapi ngajakinnya ke...

BLANDONGAN.

Hadah! Nggak seru banget siy??
Yawdah deh. Mang nasib loe, win...

Daripada di kos merana??

Si Jelek! Kok pulang lagi siy?
Febrian Danastri! Kapan balik? Kos gede banget nih...
Susah bersihinnya!

Yaudah deh, terpaksa! Ngabisin weekend di BLANDONGAN. Okelah."

Baiklah pemirsa. Sekian sekilas info pada petang ini.

Ffiuh...
Nggak ada yang aku dapatkan dari diskusi tadi malam kecuali ngantuk dan beberapa cemilan. Pikiranku sumpek mikirin IP yang jelek dan kerjaan yang tanpa permisi menumpuk tanpa kuminta. Nggak tau ya, kalo aku sedang dalam fase JENUH?
Itulah PMII, seluruhnya berisi cas-cis-cus bernada PMII dan orang-orang yang 'sangat PMII'. Mumet gila!

Temen-temen ngajak nongkrong semalem. Tapi aku nggak mau. Malez benget gitu jadi kelelawar terus. Capek. Lagi pengen nonton tv ajah...

$@##$$$^*&^(*&(*)^%%$$#....

STOP! STOP! OK!
I Know! Banyak yang bertanya-tanya, kenapa aku malah pengen nonton tv??? Gak papalah... Kali ini ajah...
Lagian nanti bukannya aku bakal kerja dengan segala atribut tv??
Hehehe...
Nglantur ajah neng!

Sepi banget siy nih kos.
Kamar ini terasa sangat amat luas ditinggal salah satu penghuninya.
So, I'm Alone... Yuhuu...

Nggak kerasa yah, udah weekend lagi. Weekend ini mau ngapain yaah??
Ffiuuh...
Lagi nggak ada duit. Jadi nggak bisa ngapa-ngapain.
Pengangguran, dunk?
Hehehe...

Berdosa banget sama Bani Israil yg suka ku ledekin 'PENGANGGURAN'.
Siaaah...

Kok makin nglantur, yah?
L. H. O.
Lho??
Bukannya ini emang edisi nglantur?
Hahahaha...

Udeh dulu yaw!
Ntar kalo ikutin aku terus, bisa ketularan gila!
Biasa, orang mati gaya ya kayak aku gini nih!
Okelah!
Bye! C U...

Dengan secangkir kopi pahit hasil luwak beroksidasi.
Kubuka kabar pagi itu tanpa basi.
Kudapati senyum kekasihku begitu merdu mendera telingaku.
Ah, tak ingin ku kehilangan gairah pagi ini.
Sungguh.
Dengan jemantik yang halus memindai ujung gairah.
Bagai aliran gejolak yang tak terarah.
Hasrat yang tumpah.
Ujung mataku menangkap sebuah orbituari pada kabar itu.
Kekasihku yang lain menyentuh alam lain.
Aku tersedu.
Lalu aku kehilangan senyum dan gairah kekasihku.

Kudapati diriku dalam alam tanpa sadar yang begitu kelam.
Terhanyut hingga ke muara yang petang, bau usang.
Longoklah dalam pada dinding kaca yang sengaja menyerpihkan tubuhnya kecil-kecil.
Menusuk-nusuk manis pada sepotong hatiku yang jambu.
Ingatkah kau kawan?
Pada kisahku yang membulirkan air asin pada sudut matamu?
Mencengkam bukan?
Seperti itulah rasa sunyi yang menyambangiku malam-malam.
Begitu syahdu mengajakku menikmati keindahannya hingga kepayang.
Romantisme kesunyian itu hilang dibawa kelam yang memetangi alam.
Aku tak ingin kehilangan sunyi.
Sunyiku kudu mencengkam.
Agar kudapat menangkap bayang-bayang.

Tertinggal? Hmm...
Jauh sudah aku memikirkan bayangan kelabu yang berserakan di memori otakku. Tampaknya memang enggan beranjak. Aku merasa kehidupan telah jauh berjalan, terlalu cepat berlari, hingga ku tak sempat untuk mengikuti.
Itu memang karena aku yang hanya mempu berdiri di tempatku berpijak ini.
Ppffiuh...
Speechless, you know?
Sampai kapan hal ini harus terjadi?
Aku tidak menyukai bayangan laluku berjalan disampingku.\
So, pahamilah aku yang telah membuang semua itu dalam pada bongkahan batu, tanah dan kerikil. Lucunya aku, yang menjadi sangat anti pada masa lalu yang terus mengejar.
Tak sadarkah, masa depanku di pelupuk mata?
Kawan-kawanku, nantilah aku!
Masa laluku, pergi jauh dari hidupku!