Terkadang aku tak mampu mengerti. Dunia apa yang sedang aku jalani saat ini. Terlalu rumit untuk dicerna, katanya. Kadang hati sudah ingin berkonsolidasi dengan segala-segala kemungkinan yang terpampang di depan mata, namun ada saja ganjalannya. Ada saja penghambatnya. Ffiuuh...
Kita bahkan tak tahu. Pada titik mana kita akan tersandung. Segalanya terasa rapi kini, ketika realitas belum terwujud. Masih sebatas planning-planning matang. Pernahkah sadar sedikit saja, bahwa sematang apapun planning itu, masih bisa berubah sedikit atau bahkan berubah secara keseluruhan? Kadang keadaan memaksa kita harus merubah rencana. Bukankah begitu? Lagipula sudah ada 'Sutradara' yang melakonkan kehidupan kepada kita. Sewajarnya jika sering berubah...
Banyak hal yang kurencanakan dalam hidup ini. Mungkin karena pengaruh orang tua yang tak ingin anaknya berakhir pada kesia-siaan (semua orang tua tentu berharap seperti itu), aku merencanakan segala sesuatu terkadang terlalu muluk. Terlalu banyak impian. Namun, entah kekuatan darimana, sedikit demi sedikit juga terwujud. Bisa dibilang aku sukses meraih mimpi meski belum terwujud semuanya. Planning-planningku juga tetap sama. Hanya ada beberapa tambahan. Kadang aku malah lebih sering mengikuti arus daripada 'rencana masa depan'ku sendiri. Lebih terasa nyaman. Tetapi sebelum aku terhanyut. Aku harus segera sadar. Aku tak boleh terlena. Aku juga harus memikirkan masa depanku yang bukan hanya menjadi milikku. Aku ditakdirkan untuk mengabdi, bukan dilayani. Memberi, bukan meminta. Hidup terkadang terlalu menuntut menurutku. Tetapi bukankah memang harus begitu?
Sekarang, ketika tak dinyana api cinta mulai menjilatku. Aku mengambil seember air untuk segera memadamkan apinya yang sepercik. Aku tak boleh terlibat pada kisah percintaan serius. Tak boleh. Banyak orang yang menungguku menjadi 'orang'. Banyak hal yang harus kukerjakan. Mungkin banyak yang menganggapku main-main. Tetapi aku telah mendapat tamparan keras kemarin. Saat aku 'mencuri start' untuk mencicipi madu cinta. Kini aku tak boleh terjatuh pada lubang yang sama. Tak boleh bermain-main dengan percikannya atau akan terbakar oleh sulutannya. Aku harus sabar menunggu. Ada saatnya.
Aku harus segera mengantisipasi segala hal. Aku mempertaruhkan masa depanku dan orang banyak. Aku harus mulai belajar bertanggung jawab sesungguhnya. Kembali menuju sadar sesungguhnya.

Yogyakarta, 31 Juli 2009

Dalam kepalaku mengalun lagu Frente -Bizzare Love Triangle-

"Everytime I think of you
I get a shot right trough into a bolt of blue
It’s no problem of mine but it’s a problem I find
Living a live that I can’t leave behind

There’s no sense in telling me
The wisdom of a fool won’t set you free
But that’s the way that is goes and this what nobody knows
And every day my confusion grows

Everytime I see you falling
I get down on my knees and pray
I’m waiting for that final moment
You say the words that I can’t say

I feel fine and I feel good
I feel like I never should
Whenever I get this way I just don’t know what to say
Why can’t we be ourself like we were yesterday

I’m not sure what this could mean
I don’t think you what you seem
I do admit to my self that if I hurt someone else
Then I never see just what we’re mean to be

Everytime I see you falling
I get down on my knees and pray
I’m waiting for that final moment
You say the words that I can’t say

Everytime I see you falling
I’ll get down on my knees and pray
I’m waiting for that final moment
You say the words that I can’t say"

Aku jatuh cinta. Itu saja. Terimakasih.
Yogyakarta, 06 juli 2009

--Mulai memahami diri sendiri--
Kadang aku merasa bahwa terlalu berat beban yang disampirkan pada pundakku. Namun seseorang berkata padaku, "Jangan menganggapnya beban. Tentulah merasa berat...", mungkin benar juga. Lalu pertanyaannya adalah, 'Aku jadikan apa?'.
Banyak orang yang hanya berhasil menjadi konseptor besar tanpa mampu berperan sebagai praktisi yang besar pula. Hmm... aku suka berfikir begini. Karena yang terasa adalah 'seolah-olah' aku lah yang paling benar.
Sejak kecil, saat aku tahu 'Harapan' apa yang disampirkan padaku, aku sering berfikir. Siapa aku ini? Mengapa hidupku harus berbeda dari anak seusiaku? Akankah aku sebebas mereka? Namun ayah selalu memberikanku kemerdekaan berfikir melalui buku-buku yang dibelikannya untukku. Sehingga aku selalu merasa lebih pintar dari mereka.
Sombong.
Aku sudah tahu. Terkadang seseorang kurang 'bisa' menerima kelebihan yang ada pada diri mereka. Beginilah, terlalu 'rapuh' hingga merasa angkuh. Sejak kecil aku memang memiliki sifatku yang sekarang.
Sekarang, siluet-siluet tampak nyata terang dalam pandanganku.
Haruskah begitu??