Dulu saya sangat tertarik dengan kehidupan angkasa luar. Entah itu UFO, ET dan lain-lain. Saya selalu yakin, bahwa alien, makhluk berlendir berwarna hijau itu benar-benar nyata. Hingga akhirnya saya menjadi sangat menyukai memandang bulan dan bintang di malam hari (waktu itu saya berharap dapat melihat bayangan manusia berjalan di bulan. Neil Amstrong benar-benar menjadi ilham kenapa saya begitu). Dalam sekejap saya menyukai sains. Menyukai bintang. Bulan. Angkasa luar. Mengamati langit di malam hari. Berharap suatu saat saya dapat menjejak langkah di bulan.

Hari-hari saya habiskan hanya untuk membaca buku di perpustakaan kota (orang tua saya telah membuatkan kartu anggota perpustakaan kota sejak saya sudah bisa membaca. Berarti saya telah memiliki kartu perpustakaan ketika berusia empat tahun! Adakah anda seperti saya?). Saya banyak membaca buku tentang itu semua. Bahkan saya menguasai banyak teori terciptanya alam semesta (sekarang tak ada jejaknya dalam otak saya, yang tersisa hanyalah teori Big Bang). Semakin lama, saya semakin sadar. Alam semesta menyimpan banyak misteri dan saat itu juga saya berkeinginan untuk mengabdikan diri pada NASA, agar hasrat keilmuan saya akan alam ini terpuaskan. Ketika anak seusia saya menyukai bermain Barbie (saya lahir dan besar di kota. Jadi mainannya adalah Barbie. Bukan gobhak sodhor), saya lebih asyik membuat gambar tentang UFO, memainkan imajinasi ketika bertemu dengan ET, menonton film tentang luar angkasa, berharap di recruit Power Rangers untuk membasmi alien jahat, dan lain-lain (saya sempat takjub dengan diri saya sendiri, bagaimana bisa saya mampu mengerjakan itu semua, melihat kesibukan saya yang padat sebagai anak kecil?)

Waktu itu saya baru berumur delapan tahun. Kesukaan saya yang berlebihan ternyata membuat Bapak khawatir. Kemudian dialihkanlah perhatian saya dari UFO ke kehidupan Dinosaurus. Diajaknya saya menonton film kartun tentang dinosaurus, seperti Little Foot dan Dinosaurs. Dibelikan ensiklopedia tentang jenis-jenis Dinosaurus dan miniature Dinosaurus. Ternyata Ayah tak berhasil menghilangkan problem kecanduan saya. Bukan, bukan karena perhatian saya tetap terpaku pada angkasa luar. Melainkan saya pada akhirnya menjadi kecanduan dinosaurus, hahaha…

Saya memang mudah untuk menyukai sesuatu. Pada akhirnya saya tetap menjadi orang yang adiktif terhadap hal-hal yang menarik perhatian saya. Tak salah orang tua saya begitu khawatir melihat tingkah laku saya yang seperti itu. Tetapi, pada akhirnya itu membuat saya berbeda dengan anak-anak seusia saya. Saya menjadi lebih peka. Setiap sore setelah pulang mengaji Qiroati, saya sempatkan untuk menonton serial anak Jepang. Ultraman. Berbagai macam jenis Ultraman dan monster-monsternya saya hafal (saya dulu mengira bahwa dinosaurus itu satu jenis dengan monster-monster Ultraman).

Beberapa bulan kemudian saya menjadi sangat menyukai Ultraman dan bermimpi menikah dengannya. Finally, I know it’s very silly. Karena kemudian saya tahu, bahwa dinosaurus dan monster Ultraman berbeda. Dan saya tahu setelah menonton film Jurrasic Park berkali-kali. Demi melampiaskan kekecewaan karena kebodohan dan salah sangka. Saya banting stir dengan menonton film Lion King dan Discovery Channel (setelah orang tua mengambil keputusan untuk berlangganan tv kabel, saya bisa menonton saluran Discovery yang saat itu belum booming di Indonesia). Endingnya pun bisa ditebak. Saya jadi tergila-gila pada satwa liar.